koranpilar.com, Tulungagung. Kamis (19/12) – Permasalahan anak tidak sekolah (ATS) menjadi sorotan serius di Kabupaten Tulungagung. Berdasarkan data Dapodik, sebanyak 6.279 anak tercatat tidak sekolah, dengan mayoritas (64%) berada pada jenjang SMP atau sederajat.
Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Tulungagung, Tri Hariadi, saat membuka Rapat Koordinasi dan Advokasi Percepatan Penanganan Anak Tidak Sekolah (ATS) di Ruang Praja Mukti, Sekretariat Daerah Kabupaten Tulungagung. “Masalah anak tidak sekolah adalah tantangan besar yang harus kita hadapi bersama. Ini tanggung jawab kita semua,” tegasnya.
Tri Hariadi menjelaskan, Pemkab Tulungagung telah merumuskan dua strategi utama untuk menangani ATS. Pertama, strategi pencegahan yang bertujuan memastikan anak tetap bersekolah hingga menyelesaikan wajib belajar 12 tahun. Kedua, strategi intervensi, yang ditujukan untuk membantu anak yang sudah keluar dari sistem pendidikan formal agar kembali ke jalur pendidikan atau pelatihan relevan.
Salah satu langkah konkret dari strategi pencegahan adalah melakukan pendampingan kepada anak yang rentan berhenti sekolah. “Kita mulai dari pendataan dan identifikasi permasalahan. Penyebabnya beragam, mulai dari faktor ekonomi, bullying, kebutuhan khusus, hingga motivasi belajar yang rendah,” jelas Tri.
Ia juga menyebut bahwa pendidikan nonformal dan pelatihan keterampilan menjadi solusi bagi ATS. Anak usia di bawah 25 tahun yang putus sekolah diarahkan untuk melanjutkan pendidikan sesuai jenjang yang belum mereka tempuh.
Tri optimis bahwa jumlah ATS di Tulungagung dapat ditekan pada tahun 2025. “Penanganan ATS membutuhkan kerja sama semua pihak. Baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat harus bergandengan tangan demi mewujudkan Tulungagung yang sejahtera dan berkelanjutan,” pungkasnya.